Oni Si Rakus
Karya: Agustin Flaviyana, S.Pd.
Matahari mulai terbit, burung-burung berkicau, semua satwa penghuni
hutan mulai beraktivitas. Kabut pagi juga mulai lenyap dimakan mentari.
Di hutan itu terdapat kampung Kancil. Mereka hidup sangat Rukun dan hidup saling menolong. Ketika matahari terbit, mereka segera keluar dari lubang sarang di dalam tanah dan bersama-sama bergegas ke kebun masing-masing untuk bekerja.
Saat ini masih musim panas.. Waktu yang tepat bagi kawanan kancil untuk berkebun mananam wortel. Hingga musim penghujan tiba mereka tak perlu lagi keluar rumah untuk bekerja dan mencari makan karena mereka memiliki persediaan makanan yang cukup selama musim hujan.
Oci, kancil dan teman-temannya sangat rajin mencari makan dan bekerja di kebun. Pagi-pagi meraka segera mandi dan berangkat bekerja.
Lain halnya dengan Oni kancil, biarpun teman-temannya sudah pergi bekerja di kebun, dia tetap saja mendengkur.
“Oni, ayo bangun, teman-teman sudah bekerja..” ajak Oci Kancil sambil menarik selimut Oni.
“Malas ah...dingin-dingin begini enaknya bergulung dalam selimut…” Sahut Oni sambil menaikkan selimutnya.
“Kebunmu akan rusak jika tak pernah kau rawat. Sudah seminggu kau tak mengurus kebunmu. Tanamanmu akan mati semua Oni…kau bisa kelaparan jika musim dingin nanti tiba.” sahut Oci sambil melangkah ke luar
rumah.
“Untuk apa capek-capek menanam wortel di kebun. Wortel di kebun manusia lebih melimpah. Buahnya juga sangat ranum dan rasanya lebih lezat bila dibandingkan dengan wortel yang kita taman. Lebih mudah mencuri wortel pak tani, dari pada menanam di kebun.” sSahut Oni. Oci hanya geleng-geleng kepala.
Setiba di kebun, Oci menceritakan kejadian tadi kepada teman-temannya. Mereka semua khawatir dengan nasib Oni.
“Suatu saat Oni pasti mendapat pelajaran dari kemalasan dan kerakusannya..” Kata Icil dengan wajah khawatir.
Matahari mulai terbenam, Oci dan teman-temannya pulang ke rumah masing-masing. Mereka melintasi rumah Oni. Dilihatnya Oni sedang makan wortel dengan lahapnya. Wortel yang sangat banyak itu ia habiskan semua. Wortel itu ia curi dari kebun Pak Tani.
“Oni sangat berani mengambil resiko. Dia tak takut dengan manusia. Manusia akan membunuhnya jika dia ketahuan.” ujar Oci sambil menggelengkan kepalanya. Mereka hanya berlalu di hadapan Oni karena mereka tau nasehat baik tak akan ada guna bagi Oni.
Musim panen tiba. Semua kancil mulai memanen hasil kebunnya. Mereka sangat gembira melihat hasil panen yang sangat melimpah. Sementara Oni pergi mencuri wortel di kebun Pak Tani. Oci dan teman-temannya pulang membawa hasil penen ke rumah. Begitu juga dengan Oni, ia membawa hasil curiannya pulang ke rumahnya. Setiba di rumah, Oni melahap semua makanannya tanpa menyisakan sedikit pun. Begitulah Oni, tak pernah ia menyiskan makanan untuk persediaannya. Lain halnya dengan Oci dan yang lain, mereka makan secukupnya dan menyisakan makanan untuk persediaan di lumbung tempat makanan. Lumbung tempat makanan itu berada di daerah tinggi, sehingga ketika musim hujan dan banjir, kereka segera bergegas di lumbung itu untuk mengunsi. Semua hasil panen mereka satukan di lumbung itu.
Menjelang pagi, cuaca mulai mendung. Angin bertiup sangat kencang. Semua warga kancil segera bergegas menuju lumbung makanan di daerah tinggi. Oci segera bergegas ke rumah Oni untuk membangunkannya karena ia yakin Oni pasti masih lterlelap.
“Oni, ayo bangun. Musim hujan tiba. kampung kiata akan kebanjiran. Ayo cepat segera mengunsi…” ajak Oci sambil menarik Oni.
“kalian pergi saja duluan. Aku akan menyusul…” sahut Oni dengan malas. Ia kemudian tidur lagi. Oci kemudian pergi meninggalkannya.
Keesokan harinya, air mulai masuk ke lubang sarang Oni. Oni segera berlari menyelamatkan diri dan sampailah ia ke lumbung makanan dengan wajah kelalahan. Dilihatnya teman-temannya sedng makan bersama. Tiba-tiba saja perutnya terasa melilit karena kelaparan. Ia tak ingat makan karena tidur sehari semalam selama hujan deras. Setelah lubang sarangnya kemasukan air barulah ia berabjak pergi.
“Kemarilah Oni. Ayo, kita makan bersama…” ajak Oni dan teman-teman yang lain. Sebenarnya Oni sangat ingin makan, tetapi ia malu dan gengsi untuk makan karena dia tak pernah ikut menyimpan hasil panennya di lumbung itu.
“Kalian makan saja. Aku sudah kenyang. Aku sudah makan sangat banyak.” sahutnya dengan sombong.
“Jika persediaan makananmu sudah habis, kau boleh makan bersama kami.” Kata Oci dengan ramah.
“Tak usah. Persediaan makananku lebih banyak dari punya kalian.” katanya dengan angkuh.
“Kau bohong. Di mana kau menyimpannya? Sarang kita kan sudah terkena banjir.” sahut Ucil marah.
“Di suatu tempat yang aman..” sahut Oni berbohong. Wajahnya terlihat angkuh.
Sudah tiga hari berlalu. Hujan belum juga reda. Perut Oni sudah semakin lapar.
“Ayolah Oni, makan bersama kami.” ajak Oci.
“Tak usah. Sekarang aku mau mengambil makananku…” sahut Oni sambil berlalu.
“Jangan Oni. Hujan masih sangat deras. Sangat berbahaya bagi keselamatanmu.” cegah teman-temannya.
Oni tak peduli. Dia tetap pergi meninggalkan teman-temannya. Dia terus berjalan dari ranting ke ranting menuju kebun Pak Tani. Ranting-ranting itu sangat licin, hampir saja ia terjatuh. Namun, ia berhasil sampai di kebun Pak Tani.
Dengan berani, Oni Kancil masuk ke kebun Pak Tani. Ia melahap wortel-wortel Pak Tani. Ia terus makan tanpa menghiraukan keadaan di sekitarnya. Setelah kenyang, ia memetik lagi wortel-wortel itu dan memasukkannya ke kantong yang ia bawa. Ketika hendak beranjak pergi, tiba-tiba saja Pak Tani sudah berada di depannya dengan membawa senapan. Oni sangat terkejut, jantungnya berdetak sangat kencang. Dia berlari sekuat tenaga. Dengan gesit Pak Tani berlari mengejarnya dan berhasil menembak Oni tepat di kakinya. Oni Kancil tersungkur. Ketika akan menembak lagi, tiba-tiba saja Pak Tani berlari meninggalkan Oni karena ia terkejut dengan bunyi petir yang sangat nyaring. Ternyata bunyi petir itu adalah bunyi petir tipuan yang dibuat oleh Oci dan teman-temannya. Mereka berhasil menyelamatkan Oni. Walau berhasil selamat, tetapi kaki Ono luka parah sehingga ia tak dapat berjalan pulang ke rumah. Oci dan teman-temannya menggotong Oni pulang ke rumah.
“Syukurlah kita tidak terlambat menyelamatkan Oni. Satu detik saja kita terlambat, Oni pasti tidak selamat.” ujar Oci sambil mengangkat tubuh Oni yang terkapar tak berdaya.
Ternyata, secara diam-diam Oci dan teman-temannya mengikuti Oni dari belakang karena mereka tau Oni berbohong dan mereka curiga bahwa Oni akan pergi ke kebun manusia. Karena merasa khawatir, mereka membuntuti Oni samapai ke kebum pak tani.
“Terimakasih teman-teman, kalian telah menyelamatkan nyawaku. Aku berjanji tidak akan malas dan rakus lagi.” kata Oni sambil menangis dengan penuh penyesalan.(Yn)
Di hutan itu terdapat kampung Kancil. Mereka hidup sangat Rukun dan hidup saling menolong. Ketika matahari terbit, mereka segera keluar dari lubang sarang di dalam tanah dan bersama-sama bergegas ke kebun masing-masing untuk bekerja.
Saat ini masih musim panas.. Waktu yang tepat bagi kawanan kancil untuk berkebun mananam wortel. Hingga musim penghujan tiba mereka tak perlu lagi keluar rumah untuk bekerja dan mencari makan karena mereka memiliki persediaan makanan yang cukup selama musim hujan.
Oci, kancil dan teman-temannya sangat rajin mencari makan dan bekerja di kebun. Pagi-pagi meraka segera mandi dan berangkat bekerja.
Lain halnya dengan Oni kancil, biarpun teman-temannya sudah pergi bekerja di kebun, dia tetap saja mendengkur.
“Oni, ayo bangun, teman-teman sudah bekerja..” ajak Oci Kancil sambil menarik selimut Oni.
“Malas ah...dingin-dingin begini enaknya bergulung dalam selimut…” Sahut Oni sambil menaikkan selimutnya.
“Kebunmu akan rusak jika tak pernah kau rawat. Sudah seminggu kau tak mengurus kebunmu. Tanamanmu akan mati semua Oni…kau bisa kelaparan jika musim dingin nanti tiba.” sahut Oci sambil melangkah ke luar
rumah.
“Untuk apa capek-capek menanam wortel di kebun. Wortel di kebun manusia lebih melimpah. Buahnya juga sangat ranum dan rasanya lebih lezat bila dibandingkan dengan wortel yang kita taman. Lebih mudah mencuri wortel pak tani, dari pada menanam di kebun.” sSahut Oni. Oci hanya geleng-geleng kepala.
Setiba di kebun, Oci menceritakan kejadian tadi kepada teman-temannya. Mereka semua khawatir dengan nasib Oni.
“Suatu saat Oni pasti mendapat pelajaran dari kemalasan dan kerakusannya..” Kata Icil dengan wajah khawatir.
Matahari mulai terbenam, Oci dan teman-temannya pulang ke rumah masing-masing. Mereka melintasi rumah Oni. Dilihatnya Oni sedang makan wortel dengan lahapnya. Wortel yang sangat banyak itu ia habiskan semua. Wortel itu ia curi dari kebun Pak Tani.
“Oni sangat berani mengambil resiko. Dia tak takut dengan manusia. Manusia akan membunuhnya jika dia ketahuan.” ujar Oci sambil menggelengkan kepalanya. Mereka hanya berlalu di hadapan Oni karena mereka tau nasehat baik tak akan ada guna bagi Oni.
Musim panen tiba. Semua kancil mulai memanen hasil kebunnya. Mereka sangat gembira melihat hasil panen yang sangat melimpah. Sementara Oni pergi mencuri wortel di kebun Pak Tani. Oci dan teman-temannya pulang membawa hasil penen ke rumah. Begitu juga dengan Oni, ia membawa hasil curiannya pulang ke rumahnya. Setiba di rumah, Oni melahap semua makanannya tanpa menyisakan sedikit pun. Begitulah Oni, tak pernah ia menyiskan makanan untuk persediaannya. Lain halnya dengan Oci dan yang lain, mereka makan secukupnya dan menyisakan makanan untuk persediaan di lumbung tempat makanan. Lumbung tempat makanan itu berada di daerah tinggi, sehingga ketika musim hujan dan banjir, kereka segera bergegas di lumbung itu untuk mengunsi. Semua hasil panen mereka satukan di lumbung itu.
Menjelang pagi, cuaca mulai mendung. Angin bertiup sangat kencang. Semua warga kancil segera bergegas menuju lumbung makanan di daerah tinggi. Oci segera bergegas ke rumah Oni untuk membangunkannya karena ia yakin Oni pasti masih lterlelap.
“Oni, ayo bangun. Musim hujan tiba. kampung kiata akan kebanjiran. Ayo cepat segera mengunsi…” ajak Oci sambil menarik Oni.
“kalian pergi saja duluan. Aku akan menyusul…” sahut Oni dengan malas. Ia kemudian tidur lagi. Oci kemudian pergi meninggalkannya.
Keesokan harinya, air mulai masuk ke lubang sarang Oni. Oni segera berlari menyelamatkan diri dan sampailah ia ke lumbung makanan dengan wajah kelalahan. Dilihatnya teman-temannya sedng makan bersama. Tiba-tiba saja perutnya terasa melilit karena kelaparan. Ia tak ingat makan karena tidur sehari semalam selama hujan deras. Setelah lubang sarangnya kemasukan air barulah ia berabjak pergi.
“Kemarilah Oni. Ayo, kita makan bersama…” ajak Oni dan teman-teman yang lain. Sebenarnya Oni sangat ingin makan, tetapi ia malu dan gengsi untuk makan karena dia tak pernah ikut menyimpan hasil panennya di lumbung itu.
“Kalian makan saja. Aku sudah kenyang. Aku sudah makan sangat banyak.” sahutnya dengan sombong.
“Jika persediaan makananmu sudah habis, kau boleh makan bersama kami.” Kata Oci dengan ramah.
“Tak usah. Persediaan makananku lebih banyak dari punya kalian.” katanya dengan angkuh.
“Kau bohong. Di mana kau menyimpannya? Sarang kita kan sudah terkena banjir.” sahut Ucil marah.
“Di suatu tempat yang aman..” sahut Oni berbohong. Wajahnya terlihat angkuh.
Sudah tiga hari berlalu. Hujan belum juga reda. Perut Oni sudah semakin lapar.
“Ayolah Oni, makan bersama kami.” ajak Oci.
“Tak usah. Sekarang aku mau mengambil makananku…” sahut Oni sambil berlalu.
“Jangan Oni. Hujan masih sangat deras. Sangat berbahaya bagi keselamatanmu.” cegah teman-temannya.
Oni tak peduli. Dia tetap pergi meninggalkan teman-temannya. Dia terus berjalan dari ranting ke ranting menuju kebun Pak Tani. Ranting-ranting itu sangat licin, hampir saja ia terjatuh. Namun, ia berhasil sampai di kebun Pak Tani.
Dengan berani, Oni Kancil masuk ke kebun Pak Tani. Ia melahap wortel-wortel Pak Tani. Ia terus makan tanpa menghiraukan keadaan di sekitarnya. Setelah kenyang, ia memetik lagi wortel-wortel itu dan memasukkannya ke kantong yang ia bawa. Ketika hendak beranjak pergi, tiba-tiba saja Pak Tani sudah berada di depannya dengan membawa senapan. Oni sangat terkejut, jantungnya berdetak sangat kencang. Dia berlari sekuat tenaga. Dengan gesit Pak Tani berlari mengejarnya dan berhasil menembak Oni tepat di kakinya. Oni Kancil tersungkur. Ketika akan menembak lagi, tiba-tiba saja Pak Tani berlari meninggalkan Oni karena ia terkejut dengan bunyi petir yang sangat nyaring. Ternyata bunyi petir itu adalah bunyi petir tipuan yang dibuat oleh Oci dan teman-temannya. Mereka berhasil menyelamatkan Oni. Walau berhasil selamat, tetapi kaki Ono luka parah sehingga ia tak dapat berjalan pulang ke rumah. Oci dan teman-temannya menggotong Oni pulang ke rumah.
“Syukurlah kita tidak terlambat menyelamatkan Oni. Satu detik saja kita terlambat, Oni pasti tidak selamat.” ujar Oci sambil mengangkat tubuh Oni yang terkapar tak berdaya.
Ternyata, secara diam-diam Oci dan teman-temannya mengikuti Oni dari belakang karena mereka tau Oni berbohong dan mereka curiga bahwa Oni akan pergi ke kebun manusia. Karena merasa khawatir, mereka membuntuti Oni samapai ke kebum pak tani.
“Terimakasih teman-teman, kalian telah menyelamatkan nyawaku. Aku berjanji tidak akan malas dan rakus lagi.” kata Oni sambil menangis dengan penuh penyesalan.(Yn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar