Jumat, 17 Oktober 2014

Tuki "Pelatuk Si Pematuk Ulung" Karya Agustin Flaviyana, S.Pd.

Tuki Pelatuk Si Pematuk Ulung


Di sebuah hutan yang lebat. Tinggalah seeokor burung pelatuk bernama Tuki. Tuki pematuk pohon yang ulung. Tak ada burung pelatuk lain yang dapat menandingi kecepatannya mematuk. Pohon sekuat apa pun mampu ia lubangi.
Dengan kepandaiannya itu, membuat dia menjadi sombong. Ia tak mau bergaul dengan pelatuk-pelatuk yang lain. Menurutnya, tanpa teman lebih menyenangkan dan tak merepotkan.
Selain jago mematuk, Tuki juga sangat kuat makan. Dia suka makan serangga. Tuk...tuk...tuk.. Tuki mekubangi pohon dengan ujung paruhnya yang kokoh, berbentuk seperti pahat.
Dia sangat tahu, pohon yang banyak serangganya. Tuki si pematuk ulung ini sangat kejam dan rakus. Ia selalu memakan semua serangga yang ia temukan tanpa menyisakannya sedikit pun. Ia tak punya belas kasihan sekalipun serangga-serangga itu merengek ketakutan dan memohon supaya tak dimakan.
Dengan lidahnya yang panjang, ia mengejar serangga yang bersembunyi di celah-celah pohon. “Mmmm.. Aku sudah tak sabar ingin makan serangga-serangga ini.” ia terus berlari mengejar buruannya itu. Hap… langsung dilahapnya semua. “Serangga-serangga yang masih hidup ini sangat lezat.”
Teman-teman pelatuk yang lain sering menasehatinya untuk tak memakan semua serangga yang ada di pohon.
“Tuki, kita tak boleh menghabiskan semua serangga yang ada di pohon. Kita hanya boleh makan secukupnya saja. Mereka juga ingin berkembang biak supaya tidak musnah. Sebaiknya, kamu memakan serangga yang sudah tua saja. Jangan memakan serangga yang masih muda. Apalagi anak-anak. Serangga yang sudah mati juga tak kalah lezat” kata teman-temannya.Namun, Tuki tak menurut. Dia malah marah-marah tiap kali dinasehati.
“Bilang saja kalian iri padaku karena aku selalu lebih gesit menangkap serangga-serangga itu.” sahut Tuki sambil berlalu.
Suatu hari, Tuki melihat sebuah pohon yang sangat besar dan kokoh.
“Dengan paruhku yang kuat ini, pohon itu pasti dapat kulubangi dan akan kujadikan rumah baruku. Rumah yang indah dan kokoh. Di pohon itu pastilah banyak serangga.” kata Tuki dengan sombong Tuki kemudian terbang menuju pohon itu.
Tuk...tuk...tuk…Tuki mulai mematuki pohon itu. Pohon itu sangat keras. Tuki kesulitan mematuk pohon itu. Dengan sekuat tenaga, ia terus mematuk sampai akhirnya ujung patuknya patah. Tuki kesakitan. Dia terus saja mematuki pohon itu karena keinginannya begitu kuat untuk menjadikan pohon itu sarang. Akhirnya, ia berhasil melubangi pohon itu. Namun, sayang paruhnya menjadi rusak. Tuki kemudian mulai memburu serangga-serangga yang ada di pohon itu. Serangga-serangga itu sangat banyak. Serangga-serangga itu sudah berada tepat di depannya.
“Lihatlah paruh pelatuk itu. Patuknya patah. Sudah tentu ia tak dapat memakan kita.” Teriak salah satu serangga itu.
Ketika akan memakan serangga itu, tiba-tiba saja Tuki diserang. Sekujur tubuhnya digigiti serangga. Karena Tuki lupa membuat lubang cadangan yang digunakan untuk lari ketika musuh menyerang, maka ia hanya bisa pasrah digigiti serangga.
Tak berapa lama teman-teman Tuki datang. Serangga-serangga itu lari melihat sekawana pelatuk yang datang.
Akhirnya, Tuki selamat. Namun ia mengalami luka yang sangat parah. Paruhnya patah, sehingga ia tak mampu lagi untuk mematuk pohon. Namun, teman-temannya sangat baik terhadapnya. Mereka kemudian membawa Tuki pulang dan merawat Tuki dengan baik. Mereka selalu membawakan tuki makanan. Tuki akhirnya sadar akan sifatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar